LEMBAGA SOSIAL EKONOMI AMANAH UMAT

Just another WordPress.com site

MARI PEDULI UMAT BERSAMA LeSMA April 25, 2010

Filed under: Uncategorized — lesmasitanggal @ 4:11 pm
Tags: , , ,

Memasuki tahun 2010, Indonesia praksis dihadapkan pada era globalisasi. Sebuah era dimana mekanisme pasar tidak mengenal lagi batas-batas Negara dan yang berlaku adalah survival of the fitest. Dalam era Globalisasi, bangsa Indonesia terkesan dipaksakan, pasalnya, Indonesia sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam, belum dapat memanfaatkannya dengan optimal.
Mayoritas masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dan perdagangan. Sebuah profesi yang sangat rentan eksistensinya dalam persaingan era global. Angka kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi, data resmi pemerintah per maret 2008 saja masih menunjukkan penduduk miskin di Indonesia berjumlah lebih dari 34 juta orang atau lebih dari 15 %.
Keberadaan sektor informal di Indonesia telah teruji saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1997. Kala sektor riil mengalami keterpurukan akibat badai krisis moneter, sektor informal justru merupakan pahlawan yang menyelamatkan sektor perekonomian masyarakat.
Menjadi ironis, sekalipun Indonesia sebagai negara agraris yang bertanah subur, akan tetapi sulit untuk menjadikan bangsanya menjadi makmur. Sulitnya untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi, terbatasnya lapangan pekerjan, pengangguran, kurang perhatiannya pada sektor informal, dan lain sebagainya. Telah menjadikan pembangunan yang berjalan tidak dapat adil dan merata. Masih banyak anak bangsa Indonesia hidup dibawah kemiskinan. Tingginya angka kriminalitas. Serta ketergantungan yang tinggi pada praktek-praktek rentenir.
Kabupaten Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia dimana mata pencaharian masyarakatnya mayoritas sebagai petani dan pedagang. Kabupaten Brebes mempunyai keunggulan lokal berupa hasil pertanian dan geliat ekonomi masyarakat yang ditopang dari perdagangan.
Dari hasil penelitian kerjasama antara Komite Penanggulangan Kemiskinan dengan Prof.Dr. Mayling Gardiner dan Evelyn Suleeman. Menunjukkan bahwa kemiskinan yang terjadi di Indonesia ditandai oleh keterbatasan akses dan kesempatan. Keterbatasan kesempatan untuk mengakses sumber daya yang menjadi faktor penyebab kemiskinan, antara lain seperti sumber daya modal dan asset untuk berusaha. Sumber daya manusia yang masih berpendidikan rendah. Serta memiliki keterbatasan akses terhadap pelayanan sarana dan prasarana kesehatan dan sanitasi.
Telah terbukti, tanggung jawab pengentasan kemiskinan tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah tanpa kepedulian masyarakat yang berpunya untuk dapat berbagi dengan sesamanya yang kurang beruntung. Yah, modal sosial yang ada dalam masyarakat kita seperti kepercayaan, gotong royong, dan lain sebagainya sejatinya adalah modal utama masyarakat sipil untuk dapat membantu pemerintah mengurangi kemiskinan. Atas dasar kegelisahan semua inilah LeSMA kemudian lahir.
Dalam konsep Grammen Bank yang dibidani oleh Mohamad Yunus di Bangladesh -sebuah gerakan yang lahir dari masyarakat sipil dan kini telah berhasil membantu lebih dari 17 juta masyarakat miskin di seluruh dunia- maka tidak ada kata putus asa untuk kita dapat membantu sesama. Konsep kredit Gramen Bank tanpa modal yang menjadi agunan -sebuah modal yang menurut pemikir Peru, Hernando De Soto kurang dimiliki oleh masyarakat berkembang seperti Indonesia-. Dengan memakai pendekatan konsep Gramen Bank, memungkinkan LeSMA dapat menjadi mitra utama para pedagang kecil yang memiliki tingkat kepercayaan cukup tinggi.
Dengan jumlah dana kas lembaga yang sangat minim, sementara sangat banyak para pengusaha kecil yang membutuhkan pendampingan. Sebagai titik tolak, LeSMA sementara baru bisa beroperasi di pasar Sitanggal.
Sejak operasi awal di Desa Sitanggal, Kabupaten Brebes, LeSMA telah melakukan lebih dari 45 kali transaksi dengan zero accident. Hal ini menunjukan bahwa selain keberadaan LeSMA memang diharapkan masyarakat, masyarakat juga dapat menjaga eksistensi LeSMA dengan menjaga trust (kepercayaan) yang diberikan pengurus LeSMA kepada masyarakat peminjam.
Latar belakang usaha peminjam berbagai macam, dari mulai pedagang ayam, pakaian, ketupat, kerupuk, buah, dan lain lain. Dana prestasi, atau sodaqoh yang diberikan oleh para peminjam setelah pinjaman lunas juga cukup besar. Dari dana prestasi yang terhimpun, LeSMA kemudian menyalurkannya untuk dana tanggap sosial, seperti misalnya bantuan kematian bagi orang tidak mampu.
LeSMA (Lembaga Sosial Ekonomi Amanah Umat), lahir dari pemikiran yang panjang dan matang dengan proses yang tidak mudah. Dengan perpaduan konsep Gramen serta konsep syariah (muamalah) yang terdapat dalam nash-nash Al Quran dan Al hadis. LeSMA, dengan konsep baru infaq, sodaqoh dan zakat yang dapat menumbuhkan semangat entrepreneurship (kewirausahaan) masyarakat, diharapkan mampu menjadi langkah alternative untuk dapat membantu pemerintah dalam menciptakan pembangunan ekonomi yang berkeadilan.
Pada tanggal 20 Juli 2009, yang bertepatan dengan hari Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW LeSMA resmi didirikan dengan mengedepankan semangat Mardlotillah dan Amanah Umat. Pegiat LeSMA terdiri dari berbagai latar belakang profesi, serta memiliki reputasi yang cukup baik, ditunjang dengan bermacam-macam keahlian pengurus sesuai basic pendidikan mereka dari mulai ekonomi hingga sosiologi.
Kita harapkan LeSMA kedepan bisa menjadi pilot project penerapan Gramen Bank yang berdasarkan orientasi kemaslahatan umat. Peduli ekonomi kepada kaum mustadafin adalah jihad utama untuk dapat memajukan umat. Begitu indahnya berbagi, mari berkarya utama bersama LeSMA. Saling mencintai antar sesama adalah modal kemajuan kita sebagai anak bangsa.
Atas nama seluruh Dewan Pendiri LeSMA
Adhi Darmawan, Ch, S.IP, M.Si
(081578590521)